Source: Pinterest
Ungkapan Jogja punya cerita rasanya hadir dengan alasan yang jelas. Setiap sudutnya menyimpan cerita bagi para pengunjungnya. Semilir angin malam yang dingin dengan secangkir kopi panas dengan cita rasa yang manis terasa begitu nikmat tatkala bertemu dengan masyarakat sekitar dan mulai berbagi cerita.
Salah satu tempat penuh dengan cerita yang dapat Anda kunjungi di Yogyakarta adalah angkringan. Banyak sekali titik angkringan yang ada di sepanjang jalanan kota ini yang dapat Anda kunjungi. Terasa begitu ramai dan hangat meski hari semakin malam.
Menjajakan berbagai makanan yang sangat ramah di kantong lagi mengenyangkan seperti halnya nasi kucing, sate-satean dari usus hingga telur puyuh, hingga berbagai minuman hangat membuat siapapun tertarik untuk duduk dan berbagi kisah. Tak hanya para pengunjungnya yang bergantian bercerita, nyatanya angkringan pun memiliki cerita yang harus Anda simak.
Melansir dari beberapa sumber angkringan hadir atas dasar inovasi yang dilakukan oleh Eyang Karso, seseorang yang gigih dan pantang menyerah dari Desa Ngerangan di Klaten. Karena himpitan ekonomi, membuatnya rela untuk merantau ke Yogyakarta sembari memikul pikulan berisi terikan (makanan khas Jawa Tengah). Lambat laun, banyak masyarakat Desa Ngerangan mengikuti jejak Eyang Karso.
Pikulan tersebut ia modifikasi bagian belakangnya untuk membawa ceret berisikan air panas, tak lain dan tak bukan agar para pembelinya tak merasa kehausan. Namun karena air panas tersebut dapat membahayakan penjualnya apabila tersandung, salah satu penjual pun berinisiatif menggunakan gerobak. Seperti halnya angkringan yang banyak dijumpai saat ini.
Tahukah Anda, dulunya angkringan ini diberi nama warung hik. Banyak versi dari penyebutan nama untuk warung hik ini. Ada yang berpendapat dari cara menjajakan dagangannya dengan suara hiyeek, ada pula yang berpendapat bahwa salah satu penjualnya tersandung sambil berkata hik.
Salah satu hal yang melekat pada angkringan yaitu adanya kursi panjang yang dibuat mengitari gerobak. Hal ini membuat para pelanggannya kerap kali mengangkat salah satu kakinya, dalam bahasa Jawa hal ini disebut dengan metangkring atau nangkring. Dari kebiasaan para pelanggan tersebut, nama angkringan muncul dan dikenal luas oleh masyarakat.
Erat dengan masyarakatnya yang bercerita sepanjang waktu sembari menikmati makanan yang murah tersebut, angkringan bertransformasi menjadi sebuah tempat makan dan tempat bersosialisasi para pengunjungnya. Seolah memiliki makna egaliter dan meleburnya berbagai kasta sosial yang ada.
Dengan suasana yang begitu menyenangkan ini, angkringan seolah mengajak Anda untuk kembali datang dan kembali bercerita. Mengisi perut sambil memperluas relasi dan kenalan dan mengetahui cerita dari tiap insan yang datang. Hingga tak terasa malam pun semakin larut dan Anda semakin terhanyut dengan Jogja dan semua ceritanya. Jangan lupa untuk datang ke Angkringan ketika di Jogja, ya!